17 Maret 2009

Waspadai HALT Kita!

Oleh: Hamdani, SE

Banyak literatur yang menjelaskan pentingnya kita memiliki kecerdasan emosional untuk meraih kesuksesan. Daniel Goleman misalnya menyatakan, IQ menyumbang kira-kira 20% bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80% diisi oleh kekuatan-kekuatan lain, diantaranya itulah EQ. Bahkan kitapun tidak cukup hanya berbekal IQ dan EQ untuk sukses, kita harus memiliki kecerdasan spiritual (SQ).

Robert K Cooper dkk dalam buku Executive EQ: Kecerdasan Emosional Dalam Kepemimpinan dan Organisasi menjelaskan bahwa kecerdasan emosional merupakan kemampuan merasakan, memahami dan secara efektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi, informasi, koneksi, dan pengaruh yang manusiawi. Saya juga ingin mengutip pandangan BS Wibowo (SHOOT, 2002), yang menyebutkan diantara ciri seseorang yang memiliki kecerdasan emosional adalah kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati, dan menjaga agar beban stress tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, kemampuan bergaul dengan orang lain, berempati dan berdoa.
Jadi kata kunci kecerdasan emosional terletak pada kemampuan kita mengontrol emosi. Sebab emosi ibarat pisau bermata dua. Bisa menghancurkan, bila kita tidak mampu mengendalikannya. Karenanya, dalam tulisan kali ini saya ingin menegaskan perlunya mewaspadai dan mengendalikan HALT kita. Dalam bahasa inggris, barangkali secara sederhana ”halt” diartikan perhentian, atau tempat berhenti sejenak. Namun, yang saya maksud HALT adalah singkatan dari hungry, anger, lonely, dan tired. Keempat hal ini sangat erat kaitannya dengan emosi kita. Milikilah kewaspadaan saat anda mengalami kelaparan, marah, kesepian, dan keletihan.

H = Hungry (lapar)
Bagaimana rasanya saat anda sangat lapar? Saat lapar, seseorang cenderung sensitif. Begitu mudah tersinggung, emosi atau marah. Orang kadang berfikir singkat saat lapar. Jika ditelusuri, berbagai masalah di negeri ini—misalnya meningkatnya angka kriminalitas pencurian atau perampokan—sesungguhnya muncul karena masih banyak masyarakat yang kelaparan. Banyak masyarakat di bawah garis kemiskinan yang belum tercukupi kebutuhan pokoknya. Pemerintah belum berhasil mengatasi kemiskinan, walaupun sudah beragam program atau proyek pengentasan kemiskinan telah digulirkan. Sementara itu, orang-orang kaya di negeri ini kurang kepedulian. Kurang tergerak hatinya menyaksikan kemiskinan di depan matanya.
Masalah ”kantong tengah” ini memang sensitif. Bahkan ibadah pun bisa terganggu. Beberapa pekan lalu, kita mendapat kabar dari koran ini ribuan jamaah haji Indonesia rebutan makanan karena kelaparan. Ana Enterprises and Services (AES), perusahaan katering yang dipercaya pemerintah gagal menyiapkan ransum makanan bagi jamaah haji Indonesia saat puncak peribadatan haji, yakni wukuf di Arafah. Namun kita berharap, masalah ini tidak mengganggu kekhusyuan pelaksanaan ibadah haji.
Barangkali ada yang bertanya, lantas bagaimana dengan orang yang mengkorupsi uang negara: apakah karena mereka kelaparan? Tidak! Sesungguhnya mereka bukan kelaparan tetapi malah merekalah yang membuat sebagian masyarakat di negeri ini kelaparan. Sebab mereka mengambil ”jatah rakyat”. Dan itulah keserakahan.
Orang cerdas adalah orang yang dapat mengendalikan hawa nafsunya. Salah satu latihan yang sangat baik bagi kita agar bisa mengendalikan rasa lapar adalah berpuasa. Bahkan saat berpuasa, kita tidak hanya dilatih mengendalikan rasa haus dan lapar, tetapi mengendalikan seluruh anggota badan dan hawa nafsu. Dari Abu Hurairah ra, ia berkata: Rasulullah Saw bersabda: ”Apabila salah seorang diantara kalian berpuasa, maka janganlah berkata kotor dan gaduh. Jika ada seseorang memakinya atau memusuhinya, hendaklah ia (orang yang berpuasa) mengucapkan: ”Sesungguhnya saya sedang berpuasa.”

A = Anger/Angry (marah)
Apakah anda tenang atau pemarah? Apakah anda sering merasakan amarah yang meluap-luap? Jika ya, waspadalah: anger is danger. Coba ingat-ingat ketika anda marah? Kemarahan menunjukkan ketidakmapuan anda mengendalikan termometer emosi.
Ketika anda merasa tidak nyaman dengan sesuatu, anda mulai merasa terganggu. Kemudian mulai timbul rasa kesal, rasa jengkel meningkat. Anda mulai mengomel karena jengkel, bahkan cenderung menaikkan nada suara. Saat marah, bicara menjadi mulai agak ketus, berteriak atau memaki. Lebih parah lagi, ketika anda tidak mampu mengendalikan termometer emosi anda yang semakin meninggi, rasa kekecewaan kadang pula dilampiaskan secara fisik kepada benda yang tidak mengerti apa-apa, bahkan menyerang seseorang secara fisik.
Karena itu, Rasulullah Saw melarang umatnya marah. Dalam salah satu riwayat, Abu Hurairah ra menerangkan bahwa ada seorang lelaki berkata kepada Nabi Saw: ”Berilah aku nasihat.” Beliau menjawab, ”Janganlah kamu marah.” Orang itu berkali-kali minta nasihat kepada Nabi, tetapi Nabi Saw tetap menjawabnya: ”Janganlah kamu marah!”.
Artinya, kita harusnya memiliki manajemen kemarahan (anger management), yaitu kemampuan mengontrol diri saat marah. Rasulullah saw juga bersabda: ”Yang dikatakan orang yang kuat bukanlah orang yang menang bergulat. Tetapi, yang dikatakan orang kuat adalah orang yang dapat mengendalikan dirinya ketika sedang marah.” Dalam Al Quran surah Ali Imran ayat 134, dijelaskan ciri-ciri orang yang bertakwa, diantaranya adalah orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan kesalahan orang.

L = Lonely (kesepian)
Apakah anda mengetahui bahwa lebih dari 70% orang bunuh diri karena merasa kesepian? Rasa kesepian dapat membuat orang menjadi defresif, sehingga akhirnya mereka terjerumus menjadi pecandu alkohol maupun drugs. Dan apakah anda tahu bahwa kesepian itu bisa menjadi pemicu potensial penyebab penyakit jantung koroner ataupun kanker? Suatu penelitian bahkan pernah mengatakan bahwa pada tahun pertama setelah ditinggal mati oleh orang yang kita kasihi, maka resiko faktor angka kematian akan meningkat tujuh kali lipat jauh lebih tinggi. Karenanya, hati-hati saat anda mengalami kesepian.
Kesepian (lonely) tidak berarti seorang diri (alone). Sebab di dalam dunia yang penuh hiruk-pikuk dan hingar-bingar ini sekalipun, ternyata banyak sekali orang yang merasa kesepian. Meski demikian, ada kaitan antara kesepian dengan kesendirian, dimana biasanya orang merasa kesepian pada saat seorang diri. Menurut Baron dan Byrne (1997), kesepian didefinisikan sebagai keadaan emosional yang berasal dari keinginan untuk memiliki hubungan interpersonal yang dekat tetapi tidak bisa mendapatkannya.
Sears dkk (1999) menjelaskan kesepian terjadi di dalam diri seseorang dan tidak dapat dideteksi hanya dengan melihat orang tersebut, sehingga kesepian lebih bersifat subjektif yang kita rasakan pada saat hubungan sosial kita mengalami suatu kekurangan yang bisa bersifat kuantitatif—seperti kita mungkin tidak mempunyai teman atau mempunyai sedikit teman dimana tidak seperti yang kita inginkan; dan dapat pula bersifat kualitatif seperti kita mungkin merasa bahwa hubungan sosial kita kurang memuaskan dibandingkan dengan apa yang kita harapkan.
Kadang-kadang kesepian ditimbulkan oleh perubahan hidup yang menjauhkan kita dari teman-teman atau hubungan yang akrab. Tidak semua orang dapat melepaskan diri dari derita kesepian. Orang-orang yang kesepian merasakan putus asa (merasa panik dan tidak berdaya), tertekan, rasa bosan yang tidak tertahankan dan cenderung mengutuk diri sendiri (Deaux dkk. 1993).
Sekali lagi, saat anda kesepian waspadalah. Ingatlah pada Allah SWT. Sebuah ayat dalam surah Al Baqarah ayat 186 patut kita renungkan. ”Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.”

T = Tired (keletihan)
Masalah keletihan tidak boleh dianggap remeh. Sepulang bekerja, keletihan sangat terasa karena sibuk rapat, berpikir, menghadap komputer, atau karena banyaknya persoalan yang ada dan belum terselesaikan di tempat kerja. Waspadalah, keletihan juga bisa berdampak pada kondisi emosi kita.
***
Mulai sekarang, berhati-hatilah anda pada keempat ”titik perhentian” tadi. Marilah kita belajar mengendalikan diri saat lapar, marah, kesepian, dan keletihan. Sebab, kegagalan mengendalikan hawa nafsu (emosionalitas) dapat mengalahkan kemampuan berpikir rasionalitas, sehingga menurunkan produktivitas berfikir, bersikap dan bertindak. Dan tindakan dan emosi yang tidak berakar pada nilai-nilai spiritual, maka laksana pohon tinggi yang tidak memiliki akar yang kuat. Ia rawan patah kalau diterjang badai ujian, suap dan cobaan.


0 komentar: